Oleh: M. Tatam Wijaya
BUANG air kecil merupakan sebuah aktivitas mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh yang menjadi kebutuhan kita yang tidak bisa ditunda. Keinginan untuk melakukannya tidak mengenal waktu dan tempat, baik kita sedang santai maupun sedang sibuk, baik kita sedang di rumah, di kantor, di rumah ibadah maupun di perjalanan.Namun, seringkali, dalam kondisi sibuk,di luar rumah, atau di perjalanan,kita buang air kecil sembarangan di mana saja tanpa memperhatikan air seninya,apalagi memenuhi adab-adabnya.
Padahal, Rasulullah saw. telah mewanti-wanti agar kita tidak ceroboh saat buang air kecil.Sebab, akibatnya akan sangat fatal, seperti ketidakabsahan bersuci dan ibadah-ibadah selanjutnya, yang akhirnya berimbas pada siksaan yang abadi di akhirat kelak.Hal itu seperti yang tersirat dalam hadisyang diriwayatkan oleh Abu Bakrah.Pada suatu hari,Rasulullah saw. melintasi dua kuburan. Beliau lantas bersabda, “Kedua ahli kubur ini sedang mendapat siksaan. Dan siksaan keduanya pun bukan karena dosa besar. Yang pertama karena air kencing, dan yang kedua karena gibah/ mengumpat orang lain,” (HR. Ibnu Majah, nomor hadis 349).
Kecerobohan itu mungkin karena kita tidak ber-istinja setelah buang air kecil, melakukannya sambil berdiri, tidak menjaga aurat, tidak ber-istibra sehingga sisa air seni kembali keluar pada saat rukuk atau shalat sehingga mengotori pakaian, dan seterusnya. Karena itu, melalui salah satu karya terbesarnya, Ihya ‘Ulumiddin, tepatnya dalam pembahasan “Asrarut Thaharah” (Terbitan Darut Taqwa lit-Turats, Jilid 1,Tahun 2000, hal. 214), Imam al-Ghazali, ulama Ahli Sunnah Waljamaah yang wafat tahun 505 H, telah menuntut kita secara lengkap bagaimana cara buang hajat yang baik, memenuhi adab-adabnya, dan tentunya sesuai dengan tuntunan sunah Rasulullah saw.
Pertama, hendaknya kita menjauh dari penglihatan orang banyak, terutama saat kita berada di tempat terbuka atau keramaian, bukan di tempat tertutup seperti di toilet atau kamar mandi. Kemudian, pergunakanlah penghalang. Kendati penghalang yang memadai tidak ada, kita boleh menjadikan hewan, kendaraan, atau mungkin seseorang sebagai penghalang kita sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. (H.R. al-Bukhari dan Muslim), dengan catatan tetap memperhatikan adab-abab lainnya, seperti tidak berdiri, tidak terlihat aurat,dan seterusnya.
Kedua, tidak menghadap matahari atau bulan, tidak menghadap qiblat atau membelakanginya kecuali di dalam ruangan tertutup.Meski di ruangan tertutup, tetap berpaling dari arah qiblat merupakan hal yang utama.
Ketiga, hati-hatilah agar tidak buang hajat di tempat berbincang orang lain, tidak di atas air diam, di bawah pohon berbuah,di atas batu, di tempat mandi,atau tempat wudu apalagi tidak ada air mengalir di sana, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi.
Keempat, hati-hati buang air kecil menghadap benda keras atau melawan arah angin karena dikhawatirkan cipratan air seninya kembali kepada tubuh atau pakaian kita, sehingga merusak keabsahan bersuci dan ibadah-ibadahturunannya.
Kelima, jika buang hajat dalam sebuah bangunan, dahulukanlah kaki kiri pada saat masuk, dan dahulukan kaki kanan pada saat keluar.Pada saat masuk, hendaknyakita membaca doa:
بِسْمِ اللهِ أَعُوْذُ بِاللهِمِنَ الرِّجْسِ النَّجِسِ الْخَبِيثِ الْمُخْبِثِ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Dengan menyebut nama Allah, aku berlindung kepada-Nya dari perbuatan kotor lagi keji dan dari penghasut perbuatan keji, setan yang terkutuk.
Sementara di saat keluar, hendaknya kita mengucapkan:
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَذْهَبَ عَنِّي مَا يُؤْذِيْنِي وَأَبْقَى عَلَي مَا يَنْفَعُنِيْ
Segala puji hanya milik Allah yang telah menghilangkan sesuatu yang menggangguku dari diriku dan menetapkan sesuatu yang masih bermanfaat bagiku.
Namun, doa-doa tersebut sebaiknya dibaca di luar pintu toilet atau kamar mandi.
Keenam, tidak buang air kecil sambil berdiri, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah, “Siapa yang menyampaikan kepada kalian bahwa Nabi saw. pernah buang air kecil sambil berdiri? Janganlah kalian benarkan berita itu,” (al-Tirmidzî, al-Nasâ’i ,dan Ibnu Mâjah). Adapun posisi sebaiknya saat buang hajat adalah duduk jongkok dengan bertumpu pada kaki kiri.
Secara kesehatan, posisi jongkok juga memudahkan air seni mengalir habis, terlebih jika diakhiri dengan istibra seperti berdehem atau menghentak. Sebaliknya, buang air kecil sambil berdiriakan menyebabkan perasaan tidak puas dan waswas, karena masih ada sisa air seni dalam kantong atau saluran air seni. Jika itu yang terjadi, maka kemungkinan untuk mengidap penyakit kencing batu menjadi terbuka. Sebab, batu karang yang pada ginjal atau kantong seni sejatinya disebabkan oleh sisa-sisa air seni yang tak habis keluar. Endapan demi endapan akhirnya mengeras seperti batu.
Ketujuh, pada saat buang air kecil hendaknya tidak membawa nama Allahdan nama Rasulullah saw., tidak ber-istinja di tempat buang hajat, dan kenakanlah penutup kepala ketika berada di kamar mandi atau tempat buang air kecil.
Kedelapan, pastikan air senitidak ada yang tersisa. Karena itu, lakukanlah istibrâ’ dengan cara berdehem atau menghentak sebanyak tiga kali. Bagi laki-laki,hendaklah mengurutkan tangan ke bagian bawah kemaluannya guna memastikan tidak ada air seni yang tersisa. Pada saat istibrâ’, seseorang juga sebaiknya tidak memikirkan hal-hal lain atau melamun, sebab akan menimbulkan rasa waswas atau ragu. Jika dirasakan masih ada air seni yang tersisa, pastikanbahwa perasaanbenar adanya.Namun, jika terusmengganggu, percikkanlah air kepada bagian tersebut, sampai merasa yakin.Hati-hati jangan sampai terkalahkan oleh perasaan waswas yang dibisikkan oleh setan. Ingatlah bahwa orang yang paling ringan istibrâ’-nya adalah yang paling kuat pemahaman fikihnya. Sebab rasa waswas pada saat istinja memperlihatkan lemahnya pemahaman.
Demikian adab-adab buang hajat atau buang air kecil sebagaimana yang dipaparkan oleh Imam al-Ghazali. Semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Wallahu alam. [ ]