PERKEMBANGAN Islam di Aceh pada awal abad ke-17 semakin pesat. Tak hanya ulama, kala itu masyarakat sangat lumrah berbincang tentang isu keagamaan.
Tak heran, banyak lahir debat-debat sengit. Beberapa ulama sangat khawatir atas kejadian tersebut. Mereka berusaha untuk mendinginkan suasana di tengah masyarakat.
Sorang Ilmuan Aceh, Syekh Kual atau Syekh ‘Abdurrauf bin ‘Ali Al-Jawi Al-Fanshuri mencurahkan isi hatinya dan meminta solusi kepada sahabat nan jauh di Madinah. Beliau, Syekh Ibrahim Al-Kurani, dikenal sebagai ahli Fiqih, pakar Hadits.
Syekh Ibrahim Al-Kurani menjawabnya dengan sebuah kitab tulisan tangan (manuskrip) bertajuk 'Al-Jawâbât Al-Gharâwiyyah ‘an Al-Masâil Al-Jâwiyyah Al-Jahriyyah'. Karena kitab tersebutlah riuh perdebatan isu agama di Aceh perlahan melandai.
"Munaskrip tentang respons Syekh Ibrahim Al-Kurani ini menjadi yang tertua yang pernah saya bahas tentang perkembangan Islam di Nusantara," ungkap Prof. Oman Fathurahman dalam acara bertajuk 'Ngobrol Filologi' di Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (24/9).
Oman melanjutkan, jauh sebelum perdebatan agama di Aceh menyengit, keberadaan Islam di Nusantara sudah terdeteksi sekiranya abad ke-13. Hal ini merujuk kepada penemuan-penemuan manuskrip yang ditulis pada abad ke-15. Cerita yang disajikan dalam manuskrip tersebut adalah proses Islamisasi di kerajaan Pasai.
"Di mana ada seorang syekh dari Arab, Al Arif datang ke Samudera Pasai. Kemudian berinteraksi dengan seseorang yang bernama Merah Silu. Mengajaknya masuk Islam. Setelah Merah Silu masuk Islam ia berganti nama dengan Sultan Maliku Saleh yang kita kenal saat ini," Jelasnya.
Akar Penyebaran Islam di Nusantara
Setelah membaca banyak manuskrip tentang Islam di Nusantara dan ditambah bukti tertulis sejaman, Oman berkesimpulan tragedi runtuhnya Bagdab pada abad ke-12 merupakan awal dari kemunculan Islam di Nusantara.
"Keruntuhanini mengakibatkan para Sufi yang ada di sana berpencar ke seluruh benua termasuk ke Nusantara," jelasnya.
Bukti yang mengarahkan Oman ke pendapat tersebut adalah manuskrib tentang ajaran-ajaran Islam awal di Nusantara yang berbau sufistis.
"Penyebaran Islam di Nusantara awalnya itu sufistis atau yang lebih lentur dan adaptatif dengan budaya lokal. Fiqh juga ada tapi yang paling menonjol saat itu lebih ke pendekatan spritual," Jelasnya. (Zai/Merah Putih)