Bahasa bukanlah media yang netral karena setiap orang bisa mempersepsikan dengan bebas maksud dari penutur (Bakhtin 1981). Dalam menggunakan bahasa, seseorang dapat mengkonstruksikan logika berpikir dan persepsi, memungkinkan terjadinya komunikasi. Melalui hipotesis, Sapir-Whorf (Whorf 1984) menyatakan bahwa manusia yang berbeda bahasanya melihat realitas juga berbeda, karena bahasa membentuk pemikiran manusia.
Fenomena berita bohong (orang lebih suka menggunakan kata hoax) yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat. Terlebih dengan adanya dunia digital, seakan-akan semua orang bisa berlomba-lomba dalam menyebarkan berita (entah benar atau salah). Karena cepat tersebar dalam waktu yang cepat ke tengah-tengah masyarakat. Saat ini dengan maraknya wabah Covid-19 juga tidak terhindar dari berita bohong. Salah satunya datang dari Mantan Panglima TNI, Jendral Gatot Nurmantio.
Berita bohong bisa diartikan dengan manipulasi fakta. Instrumen manipulasi yang sering digunakan adalah bahasa. Bahasa mengoperasikan proses manipulasi tuturan secara spontan, sebagaimana bahasa sendiri dalam tingkat tertentu memfasilitasi penyimpangan realitas objektif yang tidak hanya menawarkan tujuan yang spesifik, tetapi juga ketidaktepatan, kekaburan, keambiguan. Wacana manipulatif mengambil posisi di antara dua titik ekstrim —informasi yang sah/ benar dan kebohongan. Kebohongan dan manipulasi menentang berbagai jenis kebenaran: kebohongan menentang “kebenaran semantik”; manipulasi menentang “kebenaran pragmatis” (Asya, 2013).
Jendral Gatot di akun Instagramnya menulis tulisan yang berjudul “Untuk Kita Renungkan”. Tulisan tersebut menjadi viral dan beberapa media memuat tulisan tersebut. Ia menulis “Sepertinya ada yang keliru..?? Di negeri asalnya covid-19-cina, yg penganut paham komunis dan sebagian besar tdk beragama beramai-ramai mendatangi Masjid dan Belajar Berwudhu hingga mengikuti Sholat Berjamaah. Namun di negeri Mayoritas Muslim justru sebaliknya..?? Mereka beramai-ramai Mengaungkan phobia dgn Masjid. Seakan-akan Masjid sebagai Sumber Penularan Covid-19..??”.
Tulisan di atas memuat berita bohong dengan isu politis. Dari segi diksi, penggunaan kata “Sepertinya” yang dapat diartikan sebagai kata tanya untuk mengukuhkan kebenaran yang digunakan pada awal kalimat. Hal ini dilakukan agar pembaca teks pada prasangka bahwa di negara tempat asal Covid-19, banyak orang beramai-ramai ke masjid untuk belajar wudhu dan melaksanakan salat berjamaah. Kuatnya tindak ilokusi menyangsikan dan menuduh MUI tidak pas. Karena memang Komisi Fatwa MUI telah menghimbau untuk melakukan salat di rumah bagi kawasan yang terkena wabah Covid-19. Dengan ini pula, perlokusi yang diharapkan dari teks ini adalah pembaca (teks) mengetahui citra negatif terhadap MUI.
Dalam data teks di atas ditemukan fitur reduksi kata. Selain itu, ditemukan pula fitur lafal dan pungtuasi yang tidak konvensional. Penggunaan tanda baca berupa tanda tanya yang tidak konvensional (mengalami penggandaan), hal ini bertujuan untuk memunculkan citra bunyi berupa intonasi dan tekanan perlokusi yang intens. Selain itu, teks yang ditulis Gatot juga memanfaatkan penggunaan huruf kapital pada pada kata-kata tertentu, misalnya Masjid, Belajar Berwudhu, dan Sholat Berjamaah. Penggunaan huruf kapital di tengah kata mempunyai peran strategis dalam konstruksi manipulasi, yakni mengenalkan dan merekonstruksi kategori dalam manipulasi rasional, menekankan kata-kata konotatif, membuka dan menutup teks, serta mengintensifkan bentuk teks yang pendek. Hal ini bertujuan untuk menonjolkan bagian tertentu dalam teks dan sekaligus juga memperkuat efek perlokusi dalam manipulasi bahasa.
Apa yang dilakukan (ditulis) Gatot untuk mempengaruhi penerima pesan agar melakukan sikap dan tindakan. Teks (tulisan) seperti Gatot ini yang terpenting adalah fungsi ajakannya. Karena yang terpenting kata Toulmin dalam sebuah teks argumentasi bukanlah bangunan logisnya melainkan bagaimana cara argumen tersebut dibangun. Bagi Toulmin, argumen merupakan gagasan atau klaim yang dinyatakan dengan stetmen lain atau data. Artinya, bahwa argumentasi yang benar harus dibarengi antara klaim dan data.
Dalam kasus tulisan Gatot dalam akun Instagramnya merupakan sebuah klaim. Klaim ini dapat digaransi kebenarannya apabila diberengi dengan data. Amat disayangkan bahwa Gatot memberikan data dengan tidak benar. Gatot menulis “Di negeri asalnya covid-19-cina, yg penganut paham komunis dan sebagian besar tdk beragama beramai-ramai mendatangi Masjid dan Belajar Berwudhu hingga mengikuti Sholat Berjamaah”. Bagaimanapun, hal ini menunjukkan semacam anggapan bahwa di Cina banyak orang belajar berwudhu dan melaksanakan salat berjamaah. Padahal, sebagaimana yang anjuran Asosiasi Muslim Kota Chongqing (mungkin juga kota lain) dalam pencegahan Novel Coronavirus (sebelum namanya ditetapkan WHO, Covid-19). Maka untuk sementara masjid ditutup sejak tanggal 23 Januari 2020 sampai waktu yang tidak ditentukan (sampai ada pemberitahuan lagi).
Sekian.